Thursday, October 3, 2013

Siklus APBN

Pengelolaan keuangan negara setiap tahunnya dituangkan dalam APBN. Dengan demikian seluruh program/kegiatan pemerintah harus dituangkan dalam APBN (azas universalitas) dan tidak diperkenankan adanya program/kegiatan yang dikelola di luar APBN (off budget). 

Siklus APBN terdiri dari:
  1. Perencanaan dan Penganggaran;
  2. Penetapan Anggaran;
  3. Pelaksanaan Anggaran;
  4. Pemeriksaan Anggaran;
  5. Pertanggungjawaban. 
1. Perencanaan dan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terintegrasi. Program yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah wajib dituangkan dalam suatu rencana kerja. Ketentuan tentang perencanaan ini diatur dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Rencana kerja terdiri dari RPJP untuk masa 20 tahun, RPJM untuk masa 5 tahun, dan RKP untuk masa 1 tahun. Di tingkat Kementerian/Lembaga untuk rencana jangka menengah disebut Renstra Kementerian/Lembaga dan untuk rencana kerja tahunan disebut RKA-KL sebagaimana diatur dalam PP 20 Tahun 2004.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003, anggaran disusun berdasarkan rencana kerja. Dengan  demikian, yang memperoleh alokasi anggaran adalah program/kegiatan prioritas yang tertuang dalam rencana kerja (RKA KL). Dengan mekanisme demikian, program/kegiatan Pemerintah yang direncanakan itulah yang akan dilaksanakan.

RKA-KL selanjutnya disampaikan ke Menteri Keuangan untuk dihimpun menjadi RAPBN. RAPBN ini selesai disusun pada awal Agustus untuk disampaikan ke DPR disertai Nota Keuangan.

2. Penetapan Anggaran

Pembahasan RAPBN di DPR dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan Oktober. Sehubungan dengan pembahasan RAPBN ini, DPR mempunyai hak budget yaitu hak untuk menyetujui anggaran. Dalam hal DPR tidak setuju dengan RAPBN yang diajukan oleh pemerintah, DPR dapat mengajukan usulan perubahan atau menolaknya, namun DPR tidak berwenang untuk mengubah dan mengajukan usulan RAPBN.

Apabila DPR tetap tidak menyetujuinya maka yang berlaku adalah APBN tahun sebelumnya. APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan organisasi, fungsi, program/kegiatan dan jenis belanja. Dengan APBN yang demikian berarti DPR telah memberikan otorisasi kepada kementerian/lembaga untuk melaksanakan program/kegiatan dengan pagu anggaran yang dimilikinya. APBN yang telah disetujui oleh DPR dan disahkan Presiden menjadi UU APBN dan selanjutnya dimuat dalam Lembaran Negara. UU APBN dilengkapi dengan rincian APBN yang dituangkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.

3. Pelaksanaan APBN

APBN dilaksanakan oleh Pemerintah untuk periode satu tahun anggaran. Tahun anggaran Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Dengan demikian maka setelah berakhirnya tahun anggaran, tanggal 31 Desember anggaran ditutup dan tidak berlaku untuk tahun anggaran berikutnya.

Berdasarkan UU APBN dan Perpres Rincian APBN disiapkan dokumen pelaksanaan anggaran untuk setiap Kementerian/Lembaga. APBN, walaupun telah diundangkan sebagai UU, tetap merupakan anggaran. Oleh karena itu, azas anggaran yang dikenal dengan nama azas flexibilitas tetap berlaku. Dalam rangka pelaksanaan azas ini, maka untuk mengakomodasi kondisi riil yang dapat saja berbeda dengan yang diasumsikan pada saat penyusunan anggaran, setiap tengah tahun berjalan dilakukan revisi APBN yang dikenal dengan APBNPerubahan (APBN-P).

***

Pengertian dan Lingkup Keuangan Negara

Sampai dengan terbitnya Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan keuangan negara Republik Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 masih menggunakan aturan warisan pemerintah kolonial. Peraturan perundangan tersebut terdiri dari Indische Comptabiliteitswet (ICW), Indische Bedrijvenwet (IBW) dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB). ICW ditetapkan pada tahun 1864 dan mulai berlaku tahun 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No. 445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381. Dengan terbitnya UU 17/2003 diharapkan pengelolaan keuangan negara “dapat mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam
sistem kelembagaan negara dan pengelolaan keuangan pemerintahan negara Republik Indonesia.”

Undang-undang 17/2003 memberi batasan keuangan negara sebagai “semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Secara rinci sebagaimana diatur dalam pasal 2 UU 17/2003, cakupan Keuangan Negara terdiri dari :
  • hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
  • kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahannegara dan membayar tagihan pihak ketiga;
  • Penerimaan Negara/Daerah;
  • Pengeluaran Negara/Daerah;
  • kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
  • kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
  • kekayaan pihak lain yang diperoleh denganmenggunakan fasilitas yang diberikan
    pemerintah.

Cakupan terakhir dari Keuangan Negara tersebut dapat meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah.

Dalam pelaksanaannya, ada empat pendekatan yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara, yaitu dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Obyek Keuangan Negara meliputi semua ”hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.” Selanjutnya dari sisi subyek/pelaku yang mengelola obyek yang ”dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara.”

Dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan Keuangan Negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggunggjawaban. Pada akhirnya, tujuan pengelolaan Keuangan Negara adalah untuk menghasilkan kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan obyek KN dalam rangka penyelenggaraan kehidupan bernegara.

***

Tuesday, October 1, 2013

Ketentuan Umum dan Kebijakan Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLU

Pengertian Rencana Bisnis dan Anggaran

Rencana Bisnis dan Anggaran BLU, yang selanjutnya disebut RBA, adalah dokumen perencanaan bisnis dan penganggaran tahunan yang berisi program, kegiatan, target kinerja dan anggaran suatu BLU.

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Rencana strategis bisnis merupakan istilah yang pengertiannya sama dengan Renstra bagi instansi pemerintah. Oleh karena itu penyusunan rencana strategis bisnis berpedoman pada Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Sesuai Inpres tersebut, rencana strategis mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai. RBA merupakan refleksi program dan kegiatan dari kementerian negara/lembaga /SKPD/pemerintah daerah.

Dasar Hukum Penyusunan RBA
  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
  3. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
  7. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004.
  8. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005.
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.06/2005 tentang Pedoman Pembayaran Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.02/2006 tentang Tatacara Penyusunan, Pengajuan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Bisnis dan Anggaran serta Dokumen Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
Penyusunan RBA

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga (Renstra-KL). BLU menyusun RBA tahunan dengan mengacu kepada rencana strategis bisnis lima tahunan tersebut. RBA disusun berdasarkan :
  1. basis kinerja dan perhitungan akuntansi biaya menurut jenis layanannya;
  2. kebutuhan dan kemampuan pendapatan yang diperkirakan akan diterima dari masyarakat, badan lain, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
RBA juga menganut pola anggaran yang fleksibel (flexible budget) dengan persentase ambang batas tertentu. Perencanaan dan penganggaran BLU pada prinsipnya tidak berbeda dengan perencanaan dan penganggaran pada kementerian/lembaga.

Pengajuan dan Penetapan RBA

Pimpinan BLU mengajukan usulan RBA kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk dibahas sebagai bagian dari RKA-KL. Usulan RBA tersebut disertai dengan usulan standar pelayanan minimum dan biaya dari keluaran (output) yang akan dihasilkan. RBA yang telah disetujui oleh Menteri/Pimpinan Lembaga diajukan sebagai bagian dari RKA-KL kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran.

Skema penyusunan RBA BLU :

Direktorat Jenderal Anggaran mengkaji kembali usulan RBA. Pengkajian dilakukan dalam rapat pembahasan bersama antara Direktorat Jenderal Anggaran dengan unit yang berwenang pada kementerian/lembaga serta BLU yang bersangkutan. Pengkajian kembali RBA terutama mencakup standar biaya dan anggaran BLU, kinerja keuangan BLU, serta besaran persentase ambang batas. Besaran persentase ambang batas ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLU.

Hasil kajian atas RBA menjadi dasar dalam rangka pemrosesan RKA-KL sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN. Setelah APBN ditetapkan, pimpinan BLU melakukan penyesuaian atas RBA menjadi RBA definitif.

Skema pengajuan RBA BLU :

Pengintegrasian RBA dengan RKA-KL

RKA-KL sebagai dokumen usulan anggaran memuat sasaran terukur yang penyusunannya dilakukan secara berjenjang dari tingkat kantor/satuan kerja ke tingkat yang lebih tinggi (bottom-up) untuk melaksanakan penugasan dari menteri/pimpinan lembaga (top down). Dengan demikian dalam menyusun suatu Rencana Kerja dan Anggaran BLU harus menerapkan anggaran berbasis kinerja.

BLU sebagai satuan kerja merupakan bagian dari kementerian/lembaga, oleh karena itu pengintegrasian RBA BLU ke dalam RKA-KL dilakukan oleh kementerian/lembaga bersangkutan. Tata cara pengintegrasian RBA ke dalam RKA-KL berpedoman pada ketentuan dalam PP No.21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga.

***

Update Aplikasi RKAKL-DIPA 2014 (01-10-2013)

Update Aplikasi RKAKL-DIPA 2014 Tanggal 01-10-2013

Sejak disusunnya Rencana Kerja & Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKAKL) tahun 2005 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penyempurnaan sistem penganggaran terus dilakukan. Penyempurnaan ini tetap berlandaskan pada konsep penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja dan kerangka penganggaran jangka menengah.

Penyempurnaan aplikasi RKAKL ini dilakukan mengacu pada perubahan kebijakan dan perubahan teknis aplikasi. Diharapkan dengan perubahan ini informasi yang melekat pada RKAKL lebih mempunyai bobot dan dari sisi teknis aplikasi memudahkan para operator dalam menuangkan data-data RKAKL ke dalam aplikasi. 

Unduh Aplikasi RKAKL-DIPA 2014

1. Install Data RKAKL-DIPA 2014 (01-10-2013)
2. Install Modul RKAKL 2014 (01-10-2013)
3. Install Runtime VFP 10.0 (09-07-2013)

Monday, September 30, 2013

SIMAK-BMN: Beberapa Kata Kunci

SIMAK-BMN merupakan sistem terpadu yang merupakan gabungan prosedur manual dan komputerisasi dalam rangka menghasilkan data transaksi untuk mendukung penyusunan neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN juga menghasilkan Daftar Barang, Laporan Barang, dan  berbagai  kartu  kontrol  yang  berguna  untuk  menunjang  fungsi  pengelolaan  BMN. Pelaksanaan akuntansi BMN dibantu dengan perangkat lunak (software) SIMAK-BMN yang memungkinkan penyederhanaan dalam proses manual dan mengurangi tingkat kesalahan manusia (human error) dalam pelaksanaannya.

Untuk  memudahkan  pemahaman  tentang  SIMAK-BMN  berikut  ini  dikemukakan  konsep-konsep dasarnya.

Kodifikasi BMN  

Untuk memudahkan identifikasi, maka setiap BMN diberikan kode dengan cara  tertentu  sehingga  memberikan  kemudahan  dalam  pengelolaannya.   Penggolongan dan  Kodefikasi  Barang  Milik  Negara  bertujuan  untuk  terciptanya  keseragaman  dalam penggolongan dan klasifikasi Barang Milik Negara secara nasional guna mewujudkan tertib administrasi  dan  mendukung  tertib  pengelolaan  Barang  Milik  Negara.  Peraturan  Menteri Keuangan  Nomor  29/PMK.06/2010  tentang  Penggolongan  dan  Kodefikasi  Barang  Milik Negara sebagai pengganti Peraturan  Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.06/2007  tentang Kodifikasi  dan  Penggolongan  Barang  Milik  Negara   membagi  BMN  dalam  klasifikasi Golongan, Bidang, Kelompok, Sub Kelompok, dan Sub-sub kelompok.

Klasifikasi BMN


Golongan  BMN  meliputi:  Persediaan,  Tanah,  Peralatan  dan  Mesin,  Gedung  dan Bangunan,  Jalan  Irigasi  dan  Jaringan,  Aset  Tetap  Lainnya,  Konstruksi  Dalam Pengerjaan  dan  Aset  Tak  Berwujud.  Dari  masing-masing  Golongan  tersebut selanjutnya dirinci lagi ke dalam klasifikasi bidang, kelompok, sub kelompok, dan subsub  kelompok.   Dengan  demikian,  klasifikasi  paling  rinci  (detil)  ada  di  level  Sub-sub kelompok.  Dalam  hal  ada  BMN  belum  ada  kodifikasinya  maka  Menteri/Pimpinan Lembaga  selaku  Pengguna  Barang  dapat  mengusulkan  kode  BMN  kepada  Menteri Keuangan  cq.  Direktur  Jenderal  Kekayaan  Negara  yang  selanjutnya  akan  dilakukan kajian bersama.

Labelisasi/ Registrasi  BMN 

Untuk memudahkan pencatatan dan pengendalian, BMN selain  diberikan  identifikasi  berupa  kode  BMN/ kode  barang,  kode  organisasi  yang mempunyai BMN tersebut, serta tahun perolehan BMN tersebut. Pemberian kode BMN sepenuhnya mengacu kepada  PMK Nomor 29/PMK.06/2010. Skema kode identifikasi barang adalah sebagai berikut:

***

Sunday, September 29, 2013

Barang Milik Negara dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Barang Milik Negara

Secara umum, barang adalah bagian dari kekayaan yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai/dihitung/diukur/ditimbang dan dinilai, tidak termasuk uang dan surat berharga. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2004, Barang Milik Negara (BMN) adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Perolehan lainnya yang sah antara lain  barang yang  berasal dari hibah, barang yang  diperoleh  berdasarkan  ketentuan  undang-undang,  barang  yang  diperoleh  sebagai pelaksanaan  dari  perjanjian/  kontrak,  dan  barang  yang  diperoleh  berdasarkan  putusan pengadilan  yang  telah  memperoleh  ketentuan  hukum  tetap.  Tidak  termasuk  dalam pengertian BMN adalah barang-barang yang dikuasai dan atau dimiliki oleh:
  1. Pemerintah  Daerah  (sumber  dananya  berasal  dari  APBD  termasuk  yang  sumberdananya  berasal  dari  APBN  tetapi  sudah  diserahterimakan  kepada  Pemerintah Daerah). 
  2. Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari Perusahaan Perseroan, dan Perusahaan Umum. 
  3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah.

Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat

Sistem  Akuntansi  Pemerintah  Pusat  (SAPP)  adalah  serangkaian  prosedur  manual maupun  yang  terkomputerisasi  mulai  dari  pengumpulan  data,  pencatatan, pengikhtisaran  sampai  dengan  pelaporan  posisi  keuangan  dan  operasi  keuangan Pemerintah Pusat.

SAPP  memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi  Bendahara Umum Negara (SA-BUN)  dan  Sistem   Akuntansi  Instansi  (SAI).  SA-BUN  dilaksanakan  oleh Departemen  Keuangan  selaku  Bendahara  Umum  Negara.  Selanjutnya,  SA-BUN memiliki  8  (delapan)  subsistem,  yaitu  SiAP  (Sistem  Akuntansi  Pusat)  yang  terdiri Sistem Akuntansi Umum (SAU) dan Sistem Akuntansi Kas Umum Negara (SAKUN), SAUP&H  (Sistem  Akuntansi  Utang  dan  Hibah),  SA-IP  (Sistem  Akuntansi  Investasi Pemerintah),  SA-PP  (Sistem  Akuntansi  Penerusan  Pinjaman),  SA-TD  (Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah), SA-BL (Sistem Akuntansi Badan Lainnya),  SA-BSBL (Sistem  Akuntansi  Belanja  Subsidi  dan  Belanja  Lain-Lain)  dan  SA-TK  (Sistem Akuntansi Transaksi Khusus)  . SA-BUN  dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer [CFO])

SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi  dan  Akuntansi  Barang  Milik  Negara  (SIMAK-BMN).  SAI  dilaksanakan  oleh Menteri/Ketua Lembaga Teknis selaku Chief Operational Officer (COO). Secara skematis SAPP dapat digambarkan sebagai berikut:


SAK digunakan untuk memproses transaksi terkait dengan keuangan seperti anggaran dan realisasinya,  sehingga  menghasilkan  Laporan  Realisasi  Anggaran.  SIMAK-BMN memproses  transaksi  perolehan,  perubahan  dan  penghapusan  BMN  untuk  mendukung SAK  dalam  rangka  menghasilkan  Laporan  Neraca.   Di  samping  itu,  SIMAK-BMN menghasilkan  berbagai  laporan,  buku  dan  daftar  serta  kartu-kartu  yang  memberikan informasi manajerial dalam pengelolaan BMN.

BMN dalam SAPP

Dalam  akuntansi  pemerintahan,  BMN  merupakan  bagian  dari  aset  pemerintah  pusat yang berwujud. Aset pemerintah adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi  dan/atau  sosial  di  masa  depan  diharapkan  dapat  diperoleh,  baik  oleh pemerintah  maupun  masyarakat,  serta  dapat  diukur  dalam  satuan  uang,  termasuk sumber daya non  keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.

BMN  meliputi  unsur-unsur  aset  lancar, aset  tetap,  aset  lainnya  dan  aset  bersejarah. Aset  lancar  adalah  aset  yang  diharapkan  segera  untuk  direalisasikan,  dipakai,  atau dimiliki untuk dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan  untuk  digunakan  dalam  kegiatan  pemerintah   atau  dimanfaatkan  oleh masyarakat  umum.  Sedangkan  aset  lainnya  adalah  aset  yang  tidak  bisa dikelompokkan  ke  dalam  aset  lancar  maupun  aset  tetap.  Adapun  aset  bersejarah merupakan  aset  yang  mempunyai  ketetapan  hukum  sebagai  aset  bersejarah dikarenakan  karena  kepentingan  budaya,  lingkungan  dan  sejarah.  Aset  bersejarah tidak  wajib  disajikan  di  dalam  neraca  tetapi  harus  diungkapkan  dalam  catatan  atas laporan keuangan.

BMN yang berupa aset  lancar adalah Persediaan. Sedangkan BMN yang berupa aset tetap meliputi Tanah; Peralatan dan Mesin; Gedung dan Bangunan; Jalan, Irigasi dan Jaringan; Aset Tetap Lainnya; serta Konstruksi dalam Pengerjaan. BMN yang berupa aset lainnya adalah  aset tetap yang tidak digunakan lagi/ dihentikan dari penggunaan aktif  pemerintah  dan  aset  tak  berwujud  seperti  software,  hasil  kajian  dan  penelitian serta hak cipta. BMN tersebut  dimasukkan ke dalam pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

Secara  tersurat,  Undang-undang  Nomor  1  tahun  2004  menyatakan  bahwa  dalam pengelolaan keuangan di Kementerian Negara/Lembaga (baca: Instansi) dikenal adanya Pengguna  Anggaran  dan  Kuasa  Pengguna  Anggaran  di  satu  pihak,  serta  Pengguna Barang  dan  Kuasa  Pengguna  Barang  di  pihak  yang  lain.  Dalam  rangka pertanggungjawaban, Pengguna Anggaran dan Kuasa Pengguna Anggaran melaksanakan Sistem Akuntansi Keuangan. Sedangkan Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang melaksanakan Sistem Informasi Manajemen dan  Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAKBMN).

Dalam prakteknya, sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi barang dilaksanakan secara  simultan  dalam  rangka  menyusun  laporan  pertanggungjawaban  Kementerian Negara/Lembaga. SIMAK-BMN selain mendukung pelaksanaan pertanggungjawaban, juga memberikan  berbagai  informasi  dalam  rangka  pengelolaan  barang.   Oleh  karena  itu, keluaran  SIMAK-BMN  juga  memberikan  manfaat  kepada  Penguna  Barang  dan  Kuasa Pengguna Barang dalam tugas-tugas manajerialnya.

***

Monday, September 16, 2013

Uang Lembur dan Uang Makan Lembur PNS

Uang Lembur diberikan kepada pegawai negeri yang melaksanakan kerja lembur dalam rangka meningkatkan gairah kerja dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaan di luar jam kerja. Yang dimaksud dengan kerja lembur adalah segala pekerjaan yang harus dilakukan oleh Pegawai Negeri pada waktu-waktu tertentu di luar waktu kerja sebagaimana telah ditetapkan bagi tiap-tiap Instansi dan Kantor Pemerintah. 

Ketentuan terkait dengan pembayaran Uang Lembur adalah sebagai berikut:
  1. Pegawai Negeri dapat diperintahkan melakukan Kerja Lembur untuk menyelesaikan tugas-tugas kedinasan yang mendesak;
  2. Perintah melakukan Kerja Lembur dikeluarkan oleh Kepala Kantor/Satuan Kerja dalam bentuk Surat Perintah Kerja Lembur;
  3. Pegawai Negeri Sipil yang melakukan Kerja Lembur tiap-tiap kali selama paling sedikit 1 (satu) jam penuh dapat diberikan uang lembur;
  4. Pegawai Negeri Sipil yang melaksanakan Kerja Lembur sekurang-kurangnya 2 (dua) jam berturut-turut diberikan uang makan kerja lembur yang besarnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Umum;
  5. Dalam hal Kerja Lembur dilakukan selama 8 (delapan) jam atau lebih, uang makan kerja lembur diberikan maksimal 2 (dua) kali;
  6. Pemberian uang lembur pada hari libur kerja sebesar 200% (duaratus persen) dari besarnya uang lembur;
  7. Uang lembur dibayarkan sebulan sekali pada bulan berikutnya. Khusus untuk uang lembur bulan Desember dapat dibayarkan pada bulan berkenaan;
  8. Permintaan pembayaran uang lembur dapat diajukan untuk beberapa bulan sekaligus;
  9. Besarnya uang lembur dan uang makan kerja lembur untuk tiap-tiap jam penuh kerja lembur bagi pegawai ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Standar Biaya Umum;
Ketentuan terakhir tentang Kerja Lembur dan Uang Lembur diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.05/2009 tanggal 7 Agustus 2009 tentang Kerja Lembur dan Pemberian Uang Lembur Bagi Pegawai Negeri Sipil.

Tarif Uang Lembur dan Uang Makan Lembur Tahun 2013 dan Tahun 2014

Tarif uang Lembur Tahun 2013 sesuai standar biaya 2013 dan tahun 2014 sesuai standar biaya 2014 adalah sebagai berikut :
  • Golongan I : Rp 10.000,- per jam
  • Golongan II : Rp 13.000,- per jam
  • Golongan III : Rp 17.000,- per jam
  • Golongan IV : Rp 20.000,- per jam

Tarif uang Makan Lembur Tahun 2013 sesuai standar biaya 2013 dan tahun 2014 sesuai standar biaya 2014 adalah sebagai berikut :
  • Golongan I dan II : Rp 25.000,-
  • Golongan III : Rp 27.000,-
  • Golongan IV : Rp 29.000,-
Lampiran SPP Lembur

Yang harus disiapkan untuk lampiran SPP lembur terdiri dari :
  1. Daftar Pembayaran Perhitungan Lembur dan Rekapitulasi Perhitungan Lembur yang ditandatangani oleh PPABP, Bendahara Pengeluaran dan KPA/PPK
  2. Surat Perintah Kerja Lembur
  3. Rekap Daftar Hadir Kerja selama 1 (satu) bulan
  4. Daftar Hadir Lembur
  5. SSP PPh Pasal 21
Lampiran SPM Lembur

Untuk pengajuan SPM lembur, lampiran yang harus disiapkan terdiri dari :
  1. Daftar penerimaan bersih/nominatif beserta nomor rekening pegawai untuk pembayaran yang dilaksanakan secara langsung kepada rekening masing-masing pegawai yang ditandatangani oleh PPSPM;
  2. ADK SPM-LS;
  3. SSP PPh Pasal 21.
***